Fartnernews.com,JAMBI – Perseteruan antara Legislatif dan Eksekutif Provinsi Jambi menyangkut anggapan kebijakan penggunaan anggaran yang tidak sesuai prosedur sepertinya semakin meruncing.
Perbedaan pandangan antara kedua filar organisasi kekuasaan itu seakan-akan menjadi panggung tradisi berbalas pantun.
Sama-sama menyajikan tontonan yang sama sekali tidak mendidik dengan setiap pihak menyajikan peran lucu masing-masing yang dengan begitu jujur mengakui adanya pemikiran berdalilkan dengan multi tafsir akan norma ataupun kaidah hukum yang berlaku.
Baik menyangkut kaidah hukum administrasi perencanaan dengan substansi khususnya menyangkut tentang penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) maupun tentang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara.
Berbalas pantun pada ajang Politisasi Panggung Pertarungan Kepentingan, suatu pertikaian tanpa wasit tanpa juri dan hanya akan menimbulkan preseden jelek terhadap kwalitas dan kredibilitas serta akuntabilitas penyelenggara pemerintahan di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
Pertunjukan yang menimbulkan kesan ataupun image negatif masyarakat yang menilai bahwa Provinsi Jambi telah salah kelola dan salah urus karena diurus oleh orang-orang yang tidak mengerti akan tatanan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pertunjukan semakin seru dengan menyajikan perdebatan tentang pemahaman masing-masing terhadap mekanisme penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Perbedaan pendapat menyangkut tentang ketentuan angka 16 ke 5 huruf c angka (1) huruf a lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun Anggaran 2023 dengan amanat Belanja Tidak Terduga (BTT), dengan amanat bahwa : “BTT digunakan untuk menganggarkan antara lain: a) pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan darurat meliputi bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa, pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan, dan/atau kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.
Entah siapa yang akan bertindak sebagai panitia pelaksana event panggung tersebut yang akan menghadirkan juri ataupun wasit guna mendapatkan sang pemenang.
Masyarakat menunggu bagian akhir dari panggung perseteruan kepentingan tersebut, apapun hasilnya jelas tergambar bahwa paradigma pengabdian aparatur penyelenggara pemerintahan di Provinsi Jambi perlu kembali belajar dari awal untuk dapat menarik kesimpulan dari arti Sumpah Jabatan dan menghayati arti daripada kata pengabdian.
Oleh : Jamhuri-Direktur Eksekutif LSM Sembilan